By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA-JOGJA-Yogyakarta sebagai kota budaya dan pelajar tercoreng kembali dengan kejadian kejahatan jalanan yang lebih dikenal dengan istilah klithih. Klithih yang beberapa waktu ini marak kembali terjadi, setelah mengalami penurunan kasus sejak 2016-2017. Peristiwa teranyar dengan meninggalnya salah seorang siswa karena “dibacok” pada awal Ramadhan ini seolah mengagetkan kita semua. Dari data Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat peningkatan jumlah kasus kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih di DIY sepanjang 2021. Catatan Polda DIY, laporan kejahatan jalanan sebanyak 58 kasus sepanjang 2021, dengan jumlah 102 orang pelaku, yangmana 80 pelaku atau 78,43% di antaranya berstatus pelajar dan 22 atau orang lainnya adalah pengangguran. Demikian seperti diungkap oleh Ketua Fraksi partai Golkar DPRD DIY Rany Widayati pada Senin (4/4-2022).
Fenomena ini, tentunya menjadi keprihatinan kita karena Sebagian besar pelakunya adalah pelajar. Kesadisan dan kebiadaban klithih sudah dinilai diluar batas nalar mengingat pelakunya adalah anak-anak di bawah umur yang notabene adalah para pelajar. Namun tindakan yang dilakukan dengan niat untuk mecelakai orang lain bahkan membunuh menjadikan klithih sebagai tindakan sadis, brutal dan bar-bar yang mencederai Yogyakarta sebagai kota budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Urai Rany.
Rany juga mengungkapkan bahwa fenomena klithih tidak bisa dilepaskan dari beberapa aspek yang menyebabkannya. Pertama, adalah melemahnya nilai-nilai ketahanan yang ada dalam keluarga. Fungsi dan tangungjawab keluarga mengalami pergeseran nilai. Kasih sayang keluarga yang semula diberikan dalam bentuk pengasuhan, pendidikan, kasih sayang, dan perhatian bergeser pada bentuk materialistis. Membelikan sepeda motor dan boleh menggunakan sebelum masanya menjadikan anak memperoleh akses dan kemudahan untuk pergi sampai malam bahkan sampai dini hari karena lemahnya pengawasan keluarga menjadikan pelajar rentan terpapar klithih. Kedua, sekolah perlu melakukan deteksi dini, pengawasan dan regulasi yang ketat untuk membatasi anak-anak kongkow pada jam belajar dan penggunaaan sepeda motor ke sekolah.
Ketiga, Masyarakat perlu mempunyai kepedulian terhadap permasalahan anak-anak remaja karena mereka anak-anak kita yang secara psikologis mempunyai jiwa yang labil dan suka menunjukkan eksistemsi dan jati diri. Pemangku wilayah perlu menaruh perhatian ketika di lingkungan ada anak-anak muda yang bergerombol dan kongkow pada jam yang tidak wajar. Mereka perlu segera didatangi dan dibubarkan dan jika perlu diserahkan kepada orang tua masing-masing. Keempat, Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu serius menangani permasalahan klithih dari hulu sampai hilir, dengan melakukan patroli jalanan di malam hari dan bahkan jika perlu sering diadakan operasi kendaraan khususnya di malam hari. Selain itu pemerintah untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan dengan penerangan yang cukup, seperti lampu jalan.
Oleh karena itu, Saya mengutuk keras perilaku dan pelaku klithih yang mengakibatkan cidera atau hilangnya nyawa orang lain.tegas politisi perempuan asal Gunungkidul ini.
Hal yang penting yang juga diungkap Rany ialah bahwa penanganan Klithih harus dilakukan secara komprehensif dan tegas dengan melibatkan sinergi antar seluruh stakeholder yang ada di DIY melalui Aparat penegak hukum perlu menindak tegas pelaku klithih dengan tetap mengedepankan Perlindungan Hak Anak yang berhadapan dengan Hukum serta sering melakukan tindakan perventif, yaitu patroli untuk pencegahan Klithih. Keluarga, lebih mengedepankan pengasuhan dan pendidikan di dalam keluarga dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Sekolah perlu melakukan deteksi dini, pengawasan dan pendampingan kepada anak-anak yang ditengarani terpapar klithih maupun aktivitas yang dianggap menyimpang serta pengawasan secara tegas dan ketat dalam penggunaan sepeda motor ke sekolah. Pemerintah melakukan optimalisasi dan percepatan pelaksanaan Perda DIY nomer 7/2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga, agar pengarusutamaan ketahanan keluarga menjadi rujukan strategi pembangunan untuk mewujudkan keluarga yang tangguh baik fisik, material, psikis, mental spiritual untuk mandiri dan mampu mengembangkan keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Selain itu Perda No. 5/2011 tentang Pengelolaan dan penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya perlu dioptimalkan pelaksanaanya untuk mewujudkan negerasi muda yang mempunyai nilai-nilai luhur dan dapat mengembangkan diri sebagai pribadi yang yang unggul, cerdas visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya serta tanggap terhadap perkembangan dunia.
“Masyarakat, swasta dan lembaga masyarakat perlu mempunyai kepekaan bahwa permasalahan anak-anak atau remaja merupakan masalah bersama karena remaja adalah generasi penerus bangsa. Dengan penangangan yang komprehensif, tegas dengan melibatkan seluruh stake holder yang ada (keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah dan penegak hukum) dipastikan permasalahan klithih akan tuntas. Urai Rany yang juga merupakan anggota Komisi D DPRD DIY.(dwi)