By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA-Bantul – Banyaknya ancaman yang muncul melalui berbagai kebijakan pemerintah terkait ekosistem pertembakauan , maka para petani serta para pekerja sektor pertembakauan meminta para calon kepala daerah memberikan perlindungan terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai salah satu sektor padat karya.
Hal ini mengemukan dalam Dialog Bersama Bapak Abdul Halim Muslih yang diadakan RTMM DIY di Gudang Tembakau Selopamioro Imogiri Bantul, Jumat (18/10/2024). Dialog kali ini merupakan kelanjutan dari diskusi pertama yang telah berlangsung beberapa waktu lalu.
Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan IHT merupakan sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja secara besar. Saat ini, RTMM DIY memiliki anggota sekitar 5.250 orang pekerja yang mayoritas bekerja di pabrik rokok. “Sayangnya, belakangan IHT mendapatkan ancaman bertubi-tubi dari berbagai aturan pemerintah yang memberatkan,” ujarnya.
Tak hanya di perkotaan, menurut dia, ekosistem tembakau juga menjadi tumpuan masyarakat yang hidup di pedesaan. Terlebih, pemerintah saat ini sedang gencar menggalakan pembangunan dari desa dan dusun sebagai wilayah terkecil dari interaksi sosial ekonomi masyarakat.
“Tentu kami sangat mengapresiasi program calon kepala daerah yang berupaya memulai pembangunan dari dusun dan desa. Dari dusun dan desa inilah para petani dan pekerja di sektor tembakau memiliki keluarga yang harus mereka jaga kehidupannya,” kata Waljid.
Dia menjelaskan, di tengah ancaman gelombang PHK akibat situasi ekonomi yang tidak stabil, para pekerja sektor tembakau kini resah akibat berbagai regulasi pemerintah yang sangat memberatkan dan tidak adil.
Di antara regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang di dalamnya memuat larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter.
Selain itu, ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan PP 28/2024 juga semakin memperburuk keadaan.
Waljid menyatakan aturan ini akan menyeragamkan produk rokok dan menghilangkan identitas dan merek produk tembakau sehingga akan menjadi sulit membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal. Di saat yang sama, aturan tersebut akan berdampak buruk pada usaha pemilik warung kecil yang omzetnya besar dari produk tembakau.
Padahal, lanjut dia, petani tembakau dan cengkeh menggantungkan harapan pada industri hasil tembakau untuk menyerap hasil panen mereka. Regulasi ekstrem dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes akan berdampak langsung pada mata pencaharian petani untuk memasarkan hasil panennya.
Keberadaan industri, baik skala besar maupun skala kecil dan menengah, selama ini mampu memberikan kepastian bagi para petani tembakau untuk menyalurkan hasil panennya. “Ancaman terhadap industri dan sistem pemasaran tak hanya akan membuat para pekerja kehilangan pendapatan, tetapi saudara-saudara kami para petani juga akan turut terdampak,” kata Waljid.
Sejumlah pihak telah melayangkan protes keras terhadap berbagai aturan yang memberatkan ini. Mereka mendesak agar aturan tersebut ditinjau ulang bahkan dibatalkan.
“Aturan ini jelas akan mengancam anggota kami yang sekarang harus dilindungi dari ancaman PHK. Terus terang, kami kecewa terhadap Kementerian Kesehatan dan tegas menolak berbagai aturan tersebut. Kami berharap para calon kepala daerah khususnya di Kabupaten Bantul berkenan memberikan perlindungan atas semua ketidakadilan ini,” tegasnya.
RTMM DIY mengapresiasi keputusan Kementerian Keuangan yang tidak menaikkan cukai rokok 2025 serta menilainya sebagai langkah tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistem tembakau. Keputusan ini diharapkan akan terus konsisten diberlakukan di tahun-tahun berikutnya, sehingga tidak membebani pekerja lagi.
Data Pemerintah Kabupaten Bantul, daerah ini memiliki 75 desa yang tersebar di 17 kecamatan. Kabupaten Bantul memiliki 933 pedukuhan dengan pertanian sebagai andalan utama mata pencaharian masyarakat. Bantul juga termasuk kabupaten di mana sebagian masyarakat, khususnya kaum Nahdliyin menggantungkan mata pencaharian terhadap sektor tembakau.
Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan, luas areal perkebunan tembakau rakyat di Bantul pada tahun 2023 mencapai 71,96 hektar dengan produksi 81,75 ton. Pada tahun 2022 luas areal perkebunan tembakau rakyat tercatat 87 hektar dengan produksi sebesar 65,08 ton.
Calon Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyatakan, Membangun dari Dusun menjadi visi besarnya dalam menjalankan pembangunan di wilayah tersebut. “Pembangunan dukuh (dusun) telah terbukti menjadi pusat pertumbuhan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bantul,” katanya.
Terkait tembakau, dia mengakui komoditas ini telah menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat khususnya warga Nahdliyin. Sektor ini juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara yang menjadi modal pembangunan.
“Sebagai sektor yang besar di Kabupaten Bantul, saya mengajak semua untuk sama-sama memperhatikan juga melindungi tembakau dari kebijakan yang membahayakan mereka. Karena ada banyak sekali masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tembakau, dan mereka inilah yang perlu diperhatikan bersama,” ucapnya.
Terkait kemasan rokok polos tanpa merek, Halim menyoroti bahaya dari implementasi aturan ini terhadap maraknya rokok ilegal yang selama ini menjadi masalah bersama sejak lama. Padahal, keberadaan rokok ilegal akan memberikan gangguan terhadap penerimaan negara.
Lebih lanjut, Waljid kembali menyampaikan tiga rekomendasi yang ditujukan kepada calon kepala daerah di Bantul. Pertama, RTMM DIY memohon perlindungan dan dukungan kepada calon kepala daerah untuk keberlangsungan industri tembakau, termasuk melalui kebijakan daerah yang adil dan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang optimal.
Kedua, Pemerintah Daerah perlu menghindari kebijakan pertembakauan yang memberatkan dan mengancam mata pencaharian pekerja. Termasuk di dalamnya membatalkan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes dan mengkaji ulang PP 28/2024, terutama terkait pasal-pasal yang mengancam keberlangsungan industri tembakau.
Ketiga, RTMM DIY memohon calon kepala daerah melindungi pekerja dan buruh pabrik rokok dengan memastikan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 dan menghindari kenaikan cukai yang tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
“Melalui dialog ini, kami berharap komitmen calon kepala daerah untuk melindungi dan mendukung keberlangsungan sektor tembakau sebagai salah satu upaya menjaga mata pencaharian para petani dan pekerja industri padat karya yang telah berkontribusi terhadap bangsa dan negara,” kata Waljid. (*)