EKONOMI
RTMM Deklarasi kan Pernyataan Sikap dan Advokasi Industri Hasil Tembakau serta Rokok Ilegal
By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA-SLEMAN-Serikat Pekerja Rokok Tembakau makanan Minuman atau yang disingkat RTMM menggelar Rapat Kerja Nasional serta Rapat Pimpinan nasional yang berlangsung di Hotel Rich Yogyakarta pada 20 FEBRUARI 2023, Dalam kesempatan tersebut juga teragenda kan Deklarasi Pernyataan sikap serta advokasi terkait Industri Hasil Tembakau . Dalam keteranganya kepada awak media Sudarto selaku ketua umum RTMM Nasional mengemukakan bahwa Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menaikkan cukai hasil tembakau untuk tahun 2023 dan 2024, yang sebelumnya sudah kami tolak keras rencana tersebut dengan berkirim surat penolakan kepada Presiden Republik Indonesia dan beberapa kementerian terkait, pun tetap saja tidak diperhatikan oleh pemerintah dengan tetap memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau melalui Kementerian Keuangan.
Jelas kondisi ini menjadikan pekerja/buruh pabrik rokok terancam keberlangsungan sawah ladang mata pecahariannya. Belum reda atas kondisi terkait keputusan kenaikan cukai hasil tembakau, Pemerintah pada 23 Desember 2022 menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Di dalam Keppres no.25 tahun 2022 tersebut memuat rencana perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Papar Sudarto.
Dia juga menambahkan bahwa pihaknya melihat , aspek pengaturan pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sudah lengkap, termasuk pelarangan jual beli rokok pada anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Bahkan beberapa indikator menunjukkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sudah berjalan efektif antara lain Terjadi penurunan volume produksi industri rokok menurun (346 miliar batang di tahun 2013, menjadi 323,9 miliar batang di tahun 2022 sesuai data Kementerian Keuangan). Terjadi penurunan jumlah prevelensi perokok dewasa di atas 15 tahun turun (32.2% di tahun 2018 menjadi 28,26% di 2022 sesuai data BPS). Terjadi penurunan angka prevelensi perokok anak di bawah 18 tahun turun (9.65% di tahun 2018 menjadi 3,44% di tahun 2022). Tambahnya .
Sementara dalam kesempatan yang sama Waljid Budi Lestariyanto selaku ketua penitia menambahkan bahwa Dengan indikator tersebut di atas maka dapat dikatakan tidak ada alasan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 direvisi karena sesungguhnya sudah berjalan sesuai tujuan.
Dengan demikian rencana revisi terindikasi kuat, ada intervensi kelompok anti tembakau yang jelas - jelasbertujuan melemahkan sampai mematikan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Belum lagi maraknya peredaran rokok ilegal yang semakin banyak beredar di masyarakat. Hal-hal tersebut hanya akan berujung kepada penurunan kesejahteraan sampai kepada hilangnya pekerjaan pekerja/buruh pabrik rokok.Sampai saat ini faktanya belum ada program apapun yang dapat menyelamatkan pekerjaan, penghasilan pekerja yang setara dengan sektor IHT. Atas dasar itu, kami dengan tegas menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan mengutuk keras peredaran rokok ilegal. Ujarnya .
Ditambahkan bahwa bertepatan dengan momentum Hari Pekerja Nasional, yang diperingati setiap tanggal 20 Februari, pekerja/buruh rokok yang tergabung di Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) bermaksud menggelar Aksi Budaya. Aksi ini adalah unjuk potensi dan ketrampilan para pekerja/buruh rokok dalam rangkaian ‘Pembacaan Deklarasi Penolakan Rencana Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Kampanye Gempur Rokok Ilegal’.
Adapun poin deklarasi yang akan kami sampaikan sebagai berikut : . Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sudah terbukti efektif dalam menurunkan prevalensi merokok di kalangan anak-anak berusia 18 tahun ke bawah. Data BPS secara rutin mencatat prevalensi merokok anak berusia 18 tahun ke bawah terus menurun sejak lima tahun terakhir. Pada tahun 2022, jumlah prevalensi merokok anak berusia di bawah 18 tahun ke bawah turun menjadi 3,44% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69%.
Daripada pemerintah mengeluarkan biaya besar untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, sebaiknya pemerintah mengoptimalkan pelaksanaan peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 109Tahun 2012, termasuk di tingkat daerah. Sebaiknya pemerintah fokus untuk melakukan penegakan danpengawasan di lapangan, termasuk juga terhadap peredaran rokok ilegal.
Bahwa landasan yang disiapkan untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dipenuhidata dan alasan yang bias. Kajian yang ada berat sebelah kepada kepentingan Kementrian Kesehatan, sehingga
wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tidak peka terhadap isu kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan Industri Hasil Tembakau di Indonesia.
Kami sampaikan secara tegas “TOLAK REVISI PERATURAN PEMERINTAH N0MOR 109 TAHUN 2012DAN #GEMPUR ROKOK ILEGAL”. Tutup Pria bertubuh subur ini . (*/dwi)